Ada sarang laba-laba di netbook ku, warnanya putih mungkin itu
sisa dari sarang laba-laba kecil yang menyempil di antara lepitan monitor dan
keyboard. Aku sendiri sudah agak tidak begitu heran kenapa ada sarang laba-laba
di netbookku, karena aku tahu sudah lama netbook ini tak digunakan, aku terlupa
selama lulus dari sarjana strata 1 sejak 2 tahun lalu bahwa aku masih punya
netbook pemberian ibuku semasa aku magang di Kemendiknas menjadi asisten
peneliti yang membantu pengolahan data PNS di Kemendiknas. Baru saja 3 tahun
berlalu aku lupa penelitian apa yang waktu itu kubantu untuk mengerjakan
pengolahan datanya. Oia aku ingat, saat itu aku mengerjakan pengolahan data
tentang proposal penelitian guru dan dosen tingkat nasional. Guru dan dosen
dari segala penjuru negeri mengirimkan ribuan karyanya yang tertampung dalam
beberapa file yang masih berantakan.
Namun, rasanya tulisan ini bukan tentang tugas-tugasku semasa
magang. Kembali ke topik awal, sebenarnya aku ingin membahas mengenai sarang
laba-laba yang ada di netbook yang ku gunakan untuk menulis artikel ini.
Mengapa benda itu bisa ada di situ? Padahal kan tempatnya sempit, kecil pula.
Tapi menurutku bisa saja, karena laba-laba tersebut memiliki banyak waktu luang
untuk berdiam lama dan mencari cara untuk membuat sarang di tempat sekecil itu,
bukankah memang itu tugas mereka. Dan mungkin jenis laba-laba yang membuat
sarang di netbook ini kecil dan muat bersempil-sempil di dalam celah, dan
memang mereka mungkin menyukai celah-celah sempit.
Beberapa analisa mungkin dapat aku jabarkan sebagai jawaban
yang memungkinkan dari pembuatan sarang laba-laba tersebut. Namun yang pasti
netbook ini memang sangat lama tidak ku pergunakan, sebagai mahasiswa
jomblo-yang mungkin terlalu lama-paling dulu aku hanya menggunakannya untuk chatting mengisi waktu luang,
browsing atau nonton video porno yang dengan niat tulus dan persahabatan sejati
aku dapatkan dengan gratis. Namun kini setelah
lulus aku bahkan tak begitu tau untuk apa netbook ini aku gunakan. Lama netbook ini tak aku buka karena aku
merasa tak tahu untuk apa aku membukanya. Rasanya bosan melakukan hal-hal yang
dulu aku lakukan bersama netbook ini, maka aku menutuskan untuk tidak
membukanya lagi sampai aku ingin. Setelah dua tahun berlalu semenjak kelulusan
program strata satu, beberapa suara di dalam otak mulai mendesak hati untuk
mengeluarkan kata-kata yang tersumbat, rasanya cukup banyak. Begitu kubuka, ehhh... ternyata sudah ada sarang
laba-laba.
Andai kata aku sering menggunakannya untuk menulis apapun yang
tersumbat di otakku mungkin ia tak akan disarangi oleh laba-laba. Marilah
sejenak berhenti menyalahkan laba-laba , Sebagai pengingat sang laba-laba ini
cukup jitu mengenai hatiku, seakan-akan bertemu pacar lama yang tak pernah ku
perhatikan keadaannya. Baterenya-pun bahkan habis karena terlalu lama disimpan,
atau mungkin sudah bocor… bocor… . hingga usanglah ide-ide yang harusnya
ditumpahkan lewat tulisan-tulisan. Monitor yang dulu layarnya berwarna-warni
kini hanya berwarna putih jaring laba-laba yang menempel, mungkin ini
peringatan bagiku bahwa inilah saatnya kembali mempergunakan netbook ini
sebagai media penghantar antara pikiranku ke beberapa orang yang mungkin memiliki
secuil kesudian untuk membacanya. Karena saharusnya saya bersyukur dengan apa
yang ada, bukan fokus pada beberapa ketidak beruntunganku yang unik selama dua
tahun ini.
Bayangkan para penulis semasa belum ada teknologi canggih
seperti komputer, mereka lebih boros kertas, harga mesin tik mahal, lampu
penerangan kurang, perut lapar, yang bahkan di salah satu biografi penulis
Pramoedya Ananta Toer sang sahabat menuliskan bahwa Pram sering tidak makan
berhari-hari saat sedang mengetik karya-karyanya, bukan karena diet atau puasa
melainkan karena kesulitan ekonomi yang dihadapinya saat itu karena tak satupun
media mau menerbitkan karyanya yang mulai dicekal pemerintah. Yaa seperti biasa
lah, masyarakat dan pemerintah saat itu alergi terhadap akal sehat namun
menggilai kemistikan, sedangkan masyarakat sekarang? Maka sejak aku melihat sarang laba-laba yang
mengihiasi netbook ini, aku berjanji di sudut hati yang paling sudut untuk
tidak akan membiarkannya–paling tidak-bersarang laba-laba lagi. Bukan dengan
mengelapnya setiap hari, namun dengan sering-sering mempergunakannya untuk
menumpahkan apa yang ada di pikiran sebagai tindakan kritis dari kehidupan
sehari-hari untuk–mudah-mudahan-kebaikan.
Karena sangat disayangkan jika hal-hal tidak disampaikan sebagai
pelengkap sudut pandang terhadap fenomena-fenomena yang terjadi. Setiap orang
punya pemikiran, argumen, dan sudut pandang terhadap tiap-tiap hal yang
terjadi. Oleh karena itu setiap tulisan itu unik. Maka saya memutuskan untuk
tidak terlalu banyak aktif di media sosial, agar otak saya tersumbat kemudian
meledak dan dari ledakan itu dapat terciprat percikan-percikan ide untuk sayang
tuangkan dalam sebuah tulisan. Agak geram saya melihat diri saya sendiri yang
kalah dengan beberapa pembenci yang memproklamirkan sudut pandangnya terhadap
fenomena dan menuntut untuk dijadikan kebenaran tunggal layaknya Tuhan.
Bukankah hal ini harus dilawan? Lawan tulisan dengan tulisan, proklamirkan
perbedaan sudut pandang kita masing-masing! Karena suatu hari ketika satu ide
telah diberhalakan, sepatu lars dan benda-benda tajam akan menghancurkan
koneksi-koneksi syaraf di balik tempurung otak kita.
Sampai di sini dulu saja, karena saya mulai tidak begitu fokus
sepertinya. Bukankah di awal saya hanya ingin membahas sarang laba-laba yang
menempel di netbook?
Tangerang, 19 September
SB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar