Berbohong adalah dosa. Begitulah
yang diajarkan para orangtua, guru, norma, dan agama. Namun, sepertinya hampir semua orang pernah melakukan kegiatan ini. Berbohong menjadi hal
yang wajar dan tidak dapat dihindari. Orang-orang berbohong untuk membela diri,
mempertahankan eksistensinya, menghindari dampak yang lebih besar, dan alasan
lainnya yang semata-mata untuk kepentingan pribadinya.
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), bohong adalah tidak sesuai dengan hal (keadaan dsb) yang
sebenarnya. Bohong tidak hanya melalui
perkataan dan tindakan, bahkan pikiran dan perasaan pun bisa berbohong. Konteks
bohong pun tidak hanya kepada orang lain saja, bahkan sering kita dengar
istilah membohongi diri sendiri.
Lalu ada istilah White lies – bohong putih – bohong untuk
kebaikan. Apa ada bohong untuk kebaikan? Berbohong jelas perbuatan yang hampir semua
orang pun sepakat merupakan perbuatan tidak baik. Tetapi
akankah ada pergeseran makna dari berbohong itu sendiri ketika dikaitkan dengan
kebaikan? Akankah ada pemakluman untuk bohong yang satu ini?
“White lies are minor lies which could be considered to be harmless, or even beneficial, in the long term. White lies are also considered to be used for greater good. A common version of a white lies is to tell only part of the truth, therefore not be suspected of lying, yet also conceal something else, in order to avoid awkward questions”
Dari definisi tersebut, white lies dianggap tidak berbahaya
bahkan menguntungkan dalam jangka panjang dan biasanya digunakan untuk
kepentingan yang lebih baik. Namun, perlu digarisbawahi bahwa white lies hanya mengatakan sebagian
kecil dari kebenaran dan menyembunyikan yang lain untuk kebaikan yang lebih
besar.
White lies biasa digunakan ketika seseorang berada dalam kondisi
dimana dia memberikan jawaban-jawaban yang dapat memberikan keamanan yang lebih
banyak daripada memberikan jawaban yang jujur namun banyak membawa
keburukan atau malapetaka. Keadaan ini juga bisa dijadikan sebagai pembenaran tingkah laku seseorang dengan
alasan kebaikan, atau biasanya dijadikan sebagai alibi sebagai tindakan pembenaran atas
kebohongan yang dilakukan.
Pembenaran akan white lies masih begitu abu-abu. Garis
yang membatasi antara pure lie dengan white
lies masih samar. Paradigma yang berkembang mengatakan white lies dihalalkan dengan alasan
kebaikan, entah itu kebaikan untuk white
liars itu sendiri atau pihak yang menjadi korban white lies.
Demi alasan kebaikan, apakah
harus kita berbohong? Bukankah kebaikan berasal dari yang benar? Sedangkan
bohong untuk apapun alasannya itu bukan merupakan hal yang tidak benar?
Demi menghindari dampak yang
lebih besar, haruskah kita berbohong? Apakah dengan white lies tidak akan menimbulkan dampak berkelanjutan yang dapat
menimbulkan dampak yang lebih besar lagi dari ‘cari aman’ dalam white lies itu sendiri?
Demi menyenangkan perasaan orang
lain? Menyenangkan dengan membohongi? Apakah orang yang dibohongi akan menjadi
senang kalau ternyata yang menyenangkan hatinya adalah sebuah kebohongan?
Akankah hitam berdamai dengan
putih dan menjadikannya abu-abu? Atau haruskah putih menjadi bungkus
dalam hitamnya kebohongan?
Terlepas dari dosa atau tidak dan
alasan penghalalan white lies untuk
kebaikan, yang jelas bohong untuk apapun itu alasannya merupakan sebuah
kebohongan. Entah itu tujuan dan maksud yang ada di dalamnya. Bohong adalah
bohong.
Oleh : Chairunnisa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar