Jadi, Identitas atau Manfaat?

“Psikologi ilmu yang eksklusif. Tidak universal dan tergolong menengah ke atas.” Demikian sepenggal pernyataan Agung Laksono tahun 2010 saat masih menjabat sebagai Ketua DPR didepan para petinggi psikologi.



Pernyataan itu menjadi kado pahit bagi individu-individu yang bergelut di wilayah psikologi. Beliau memperingatkan dengan keras akan keberfungsian psikologi yang tidak merata dan minim peran serta dalam masyarakat. Ironisnya sampai detik ini peringatan tersebut belum dibalas dengan sikap positif,  bahkan ada indikasi para ahli  di bidang psikologi masih terjebak dengan identitas psikologi, bahwa psikologi berstatus ilmu atau bukan. Kemudian lebih mengkhawatirkan lagi dengan penyekatan-penyekatan yang terjadi di nadi psikologi antara mahzab-mahzab yang ada.



Jika sudah begini, psikologi untuk memahami diri sendiri benar adanya. Apabila diterjemahkan dalam bahasa sarkasme, psikologi bersifat egois. Padahal berbicara mengenai status psikologi sebagai suatu ilmu atau bukan, harus ditinjau terlebih dahulu apa itu ilmu. Uniknya, pengertian ilmu sendiri masih beragam dan belum menemukan formula yang sesuai. Akan tetapi, menempatkan ilmu pada tahta tertinggi berupa tujuan bisa digarisbawahi. Menurut Professor Hastarjo, guru besar Universitas Padjajaran, ilmu memiliki tujuan yang mulia yaitu untuk memperbaiki kehidupan manusia dan mempermudah manusia dalam aktivitas sehari-hari.

Salah satu bukti ialah dalam penelitian. Penelitian yang baik beranjak dari masalah sehingga dengan hasil penelitian yang diperoleh bisa diproyeksikan untuk meminimalisir permasalahan. Oleh karena itu, menjabarkan status Psikologi apakah ilmu atau bukan, menjadi tidak bermakna ketika keberfungsian psikologi masih nyaman dengan zona atas dan terbatas.

Ini menjadi tugas rumah bagi psikolog, ilmuwan psikologi dan mahasiswa psikologi. Dengan komplementer dan alur fleksibiltas pada mahzab-mahzab psikologi seperti psikolanalisa, behaviorisme, humanistik dan lain-lain seharusnya bisa menjadi busur panah untuk mencapai sasaran kebermanfaatan yang merupakan nilai tertinggi dari sebuah ilmu.

Mengadopsi dari ilmu kedokteran yang merupakan sahabat karib psikologi, jiwa-raga, bisa dilakukan. Di kedokteran, penyakit-penyakit yang baru muncul dan otomatis belum ditemukan obatnya diteliti secepatnya dan secepat mungkin diketemukan “lawan” dari penyakitnya. Hal ini bentuk dari perhatian bidang kedokteran karena melihat dampak negatif dari pembiaran masalah berupa penyakit yang merugikan manusia.

Psikologi pun harus berupaya seperti itu meskipun perilaku manusia bersifat dinamis. Gejala perilaku manusia saat ini ada yang belum teridentifikasi karena teori yang digunakan psikologi tertinggal berpuluh-puluh tahun. langkah konkret seperti mengkaji perilaku manusia di era millennium dan teknologi lebih baik dikedepankan daripada sibuk dengan perkataan masing-masing ahli terkait identitas yang sesungguhnya bisa diselesaikan oleh pernyataan bahwa perbedaan itu rahmat.

Kondisi psikologi di Indonesia memang menjadi dilematis, mengingat kesejahteraan Indonesia masih menjadi oase di sahara bagi banyak orang. Seperti teori tingkatan kebutuhan maslow, Indonesia masih mengalami fase dimana manusianya kebanyakan berjibaku pada kondisi fisik, dengan artian berusaha mencari makan. Apalagi, objek psikologi berupa manusia yang kata sastrawan bernama Pram, sulit untuk dipahami meski inderamu setajam para dewa. Walaupun demikian, ini menjadi tantangan bagi orang-orang psikologi. Psikologi harus membuktikan dengan langkah nyata dan mengeksiskan keberadaannya dengan aliran manfaat bagi lingkungan sekitarnya.

Maka, selama psikologi mementingkan status dan menghiraukan esensi dari sebuah ilmu, lonceng kematian di pelataran psikologi akan berbunyi kian nyaring. Psikologi wafat dengan sendirinya karena orang-orang tidak mendapatkan pengaruh dari keberadaan psikologi yang terkenal dengan memanusiakan manusia.

“ Sebaik-baiknya manusia ialah manusia  yang bermanfaat bagi orang lain. “


Oleh : Galih Ismoyo Yantho

1 komentar:

  1. Apabila memang begitu, hal apa yang paling krusial yang harus dilakukan oleh para calon psikolog Indonesia menurut Anda??

    Terima kasih atas artikelnya.. Sangat inspiratif.. :)

    BalasHapus