Beberapa bulan terakhir ini, Jakarta
dihebohkan dengan maraknya kasus bunuh diri. Menariknya, kasus bunuh diri ini
terjadi pada usia remaja bahkan dewasa yang merupakan masa usia produktif pada
periode perkembangan manusia. Berdasarkan data yang dimiliki Polda Metro Jaya,
sepanjang 2011, ada 142 kasus bunuh diri di Jakarta. Hal ini menunjukkan bahwa
kasus bunuh diri perlu perhatian khusus dari pihak terkait.
Pihak kepolisian dan profesi psikolog
menurut saya memiliki peran yang cukup penting untuk mencegah terjadinya kasus
bunuh diri ini. Pihak kepolisian dapat menyelidiki motif mengapa seseorang
melakukan tindakan bunuh diri dengan perspektif hukum. Sedangkan psikolog dapat
menyelidiki motif mengapa seseorang melakukan tindakan bunuh diri dengan perspektif psikologi.
Sejauh ini, pihak kepolisian menyatakan
bahwa tekanan dan stres dalam menjalani hidup merupakan motif seseorang dalam
melakukan tindakan bunuh diri. Sehingga cenderung kasus bunuh diri tidak dapat dikembangkan lagi menjadi kasus
kriminal, karena keterbatasan saksi dan barang bukti.
Peran psikolog dalam menangani kasus maraknya
bunuh diri ini sangat relevan untuk dikaji kembali, karena selain kajian ilmu
yang dipelajari dalam profesi psikolog merupakan kajian tentang perilaku
manusia, profesi ini juga membahas tentang apa, mengapa, dan bagaimana
seseorang itu melakukan sebuah perilaku termasuk perilaku bunuh diri.
Bukan tanpa alasan kecenderungan bunuh
diri ini meningkat, faktor tekanan, tuntutan dan beban hidup yang tinggi
merupakan faktor yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh
diri.
Namun sayangnya, profesi psikolog lebih
cenderung menjadi narasumber, dan memberikan masukan yang bersifat normatif
ketika kasus bunuh diri telah terjadi. Padahal disamping itu, tanggung jawab
secara profesi dan moral menuntut untuk memberikan pelayanan kesehatan mental
pada masyarakat, bukan hanya dalam proses kuratif namun lebih menekankan pada
proses preventif.
Jika hal ini dibiarkan, bukan hal yang
tidak mungkin kasus bunuh diri menjadi kasus yang dapat menghilangkan nyawa
manusia no 1 di dunia.
Oleh : Erik
Suatu riset mengatakan orang yg beresiko bunuh diri itu ialah orang yg pernah mengucapkan kalimat "saya ingin bunuh diri". Dari sebuah kalimat saja bisa menyebabkan suatu pola pikir seseorang kacau. Ucapan dari bibir itulah yg merangsang otak untuk melakukan sebuah perlakuan yg tidak disangka2. Mungkin kebanyakan orang menganggap remeh sebuah ucapan, sebuah kalimat itu. Padahal itu adalah sebuah awal dimana seseorang bisa melakukan bunuh diri. Nah kamu psikolog coba membuat seseorang yg berada dilingkungan depresi untuk tidak mengeluarkan ucapan yg berisi kalimat itu. Karna hanya berawal dari ucapan saja bisa mengubah pola pikir seseorang.
BalasHapusBy: @Nusacha